Selasa, 17 Desember 2013

20 Ide Luar Biasa Yang Akan Membuat Rumah Anda Keren

 20 Ide Luar Biasa Yang Akan Membuat Rumah Anda Keren

Kita semua punya semacam ide tentang bagaimana rumah impian kita mungkin terlihat keren. Sebagian dari kita hanya harus memiliki kolam renang, sementara yang lain ingin desain yang cerdas modern, keberlanjutan, atau integrasi dengan unsur-unsur alam. Tidak peduli apa yang membuat rumah impian Anda yang unik, berikut adalah beberapa contoh rumah di mana orang telah mampu mewujudkan beberapa fantasi desain rumah mereka yang terbesar.


1. Aquarium Bed:

 2.LampuNya Keren
 
 3.Luar Dalam Kolam Renang
 
 4.Ayunan Di Meja Anda
5.Pantai Pasir Dibawah Meja Kerja Anda
 
6.Seluncuran Di tangga Rumah Anda
 
7.Lantai Kaca TembusPandang Dibawah Kamar Mandi Anda:
 
8.Perpaduan Meja Makan Dan Billiard

 
9.Halaman Belakang Rumah Anda Bisa Jadi Bioskop
 
10.Tanaman Herbal Di Dapur Anda
 
11.Pengganti Kulkas Anda
 
12.Pintu Keren
 
13.Tempat tidur Gantung Diatas Tangga
 
14.Gua Es Dalam Kamar Anda
 
15.Skate Park Room

16.Kantor Halaman Belakang Rumah
 
17.Seluncuran Dalam Ruangan
 
18.Catwalk Around The House
 
19.Api Unggun
 
20.Nyantai Bareng Keluarga Ditemani Api Unggun
 

Senin, 09 Desember 2013

Politik Machiavelli

Pendapat saya didasarkan pada tugas dari dosen untuk Pengantar Ilmu Politik , Bapak Bambang Sunaryono tentang pendapat politik tentang Marciavelli
Secara umum, saya setuju dengan politik Machiavelli , mengapa? Machiavelli politik karena saya pikir itu seimbang dan realistis .
Seimbang dalam arti bagaimana politik dijalankan setelah penguasa harus berpikir licik dan pintar mengambil pada politik, tetapi juga kesempatan untuk menerapkan kebebasan individu ( demokrasi ) yang biasanya merupakan ancaman bagi kekuasaan seorang pengusaha .
Seorang penguasa tidak akan membuat negara makmur jika ia hanya mengandalkan keberuntungan dan pemikiran orang lain ( menteri menteri , orang dll ) . Machiavelli dalam bukunya menyatakan bahwa untuk mencapai keberhasilan , seorang pangeran harus dikelilingi oleh para menteri yang mampu dan setia : Machiavelli memperingatkan Pangeran untuk menjauh dari penjilat dan bertanya apa yang layak lakukan . Ia juga menulis bahwa seorang pangeran harus dikasihi pada saat yang sama pada waktu yang sama ditakuti oleh rakyatnya .

Apa yang akan ia katakan , ini bukan pemikiran yang realistis ? Lihat saja para penguasa yang hanya mengandalkan menterinya , banyak dari mereka yang korup bahkan koalisi untuk menentang keputusan bahkan mengancam kekuatan penguasa penguasanya.If ditakuti oleh para menterinya , mereka tidak akan melakukan itu.Mereka akan mematuhi dan mematuhi penguasa keputusan dan tentu saja ini akan berdampak pada orang-orang , orang-orang tidak akan bingung terutama tersebar di berbagai opini yang objektif tentang tindakan dan keputusan yang terlihat lemah penguasanya.The Tuhan tidak akan dihargai oleh orang-orang dan bahkan menteri , Negara akan hancur berantakan karena banyak orang yang ingin menjadi penguasa / pemimpin korupsi bahkan rampanted.If ini terjadi fungsi negara kepada orang-orang makmur tidak akan berjalan dan bahkan bisa membawa gerakan separatis .

Salah satu keberhasilan penggunaan penguasa politik Napoleon Bonaparte , ia berhasil membawa Prancis menjadi negara maju . Napoleon berkuasa diktator dengan kehendak sendiri yang dianggap baik dan cocok tetapi Napoleon masih memberikan kebebasan , khususnya di bidang agama , pendidikan, perdagangan , dan hak-hak yang sama di bawah law.Although Belanda menjajah Indonesia selama 350 orang tahun ini bisa ditaklukkan dan dijajah oleh Napoleon .
Namun sayangnya , Machiavelli berpikir sekarang disalahpahami oleh kebanyakan orang pada saat ini.Mereka hanya tahu bahwa politik Machiavelli ' s " selalu menghalalkan cara " yang membuat para penguasa / pemimpin sedang melakukan cara kotor untuk mendapatkan kekuasaan dan korupsi yang merajalela terus , keparahan korupsipun telah dipraktekkan di masyarakat dan menjadi tujuan utama Machiavelli normally.Actually politik adalah untuk menciptakan sebuah bangsa bahwa negara-negara maju , di mana orang-orang bersatu dan tanpa korupsi apapun.

Jujur saya awalnya berpikir tentang politik Machiavelli ' s " selalu menghalalkan cara " yang yang tidak bermoral , selalu menjadi licik dan hipokrit.Namun setelah saya membaca artikel berulang kali Bapa dan mencari beberapa referensi ke Machiavelli dan politik , saya kagum dengan Machiavelli dan politik saya pikir kenapa tidak pihak berwenang dalam politik Indonesia Menerapkan ini? Tidak pada akhirnya akan membawa kesejahteraan bagi rakyat dan tentu saja dapat menghapus korupsi di Indonesia. Tapi di sisi lain  pun  saya masih berfikir bahwa politik Machiavelli terlalu mengenyampingkan moral, bahkan apabila ini diterapkan di Indonesia, seorang pembunuh dan pisikopat pun bisa menjadi seorang presiden.
Bagaimana menurut anda?

A Brief History Of International Relations


A Brief History Of International Relations

Studi Ilmu Hubungan Internasional lahir pertama kali di Aberystwyth University ,Wales pada tahun 1872. Pada awalnya para praktisi hubungan internasional mencoba untuk memahami dan mempelajari fenomena Perang Dunia I yang waktu itu menyengsarakan umat manusia. Fenomena ini coba dikaji oleh para praktisi hingga mereka mencoba mencari cara bagaimana  mempertahankan status damai yang ada saat itu agar tidak terjadi lagi perang besar dikemudian harinya. Presiden Woodrow Wilson merupakan salah satu tokoh sentral terbentuknya ilmu hubungan internasional yang waktu itu mencoba merumuskan tatanan dunia yang damai dan beraturan.
Woodrow Wilson yang hadir sebagai tokoh dengan paham liberalisme menawarkan solusi melalui the fourteen point dalam perjanjian Versailles. Keikutsertaan Amerika menandai dimulainya dominasi paham liberalisme di dunia. Dua poin yang diajukan oleh Wilson, bertujuan untuk menciptakan suatu tatanan dunia yang demokratis, poin pertama yang disampaikan oleh Wilson adalah menciptakan pertumbuhan demokrasi liberal di Eropa yang diharapkan mampu memberi jaminan kedamaian bagi setiap negara yang ikut di dalamnya sehingga mampu menempatkan pemerintahannya sebagai pemerintahan dengan liberalis yang mengutamakan kedamaian. Poin utama yang kedua dari Wilson adalah pembentukan suatu organisasi internasional secara teratur dan tertata sehingga akan menumbuhkan hubungan yang sehat serta kuat antara negara-negara di dunia dan membangun kembali the balance of power yang dulu sempat hancur karena Perang Dunia I. Dengan kata lain, Wilson menginginkan hubungan internasional yang ada didunia diatur secara lebih terbuka melalui hukum internasional yang diciptakan dibawah League of Nation.
Lahirnya League of Nation, sebagai sebuah pemecah masalah dan penjaga perdamaian di dunia, tidak serta merta membawa kabar gembira bagi dunia. League of nation sebagai organisasi bentukan paham liberalisme mengedepankan prinsip perdamaian dunia dengan membuat aturan dan hukum-hukum internasional. League of nation sebagai lembaga tertinggi saat itu ternyata tidak mampu mengakomodasi keinginan semua pihak . amerika dibawah kendali Woodrow Wilson nyatanya malah mundur secara perlahan karena ditolaknya peran serta amerika dalam kemelut di eropa oleh senat.Inggris dan perancis sebagai penggerak league of nation di eropa ternyata menaruh ketidakpercayaan kepada league of nation sehingga mereka tidak menyelaraskan politik luar negeri mereka untuk mengakomodasi terwujudnya perdamaian abadi di eropa.
Terkikisnya paham liberalisme ini sedikit banyak memberikan peluang dan celah kepada para realis untuk melancarkan serangan , secara tidak langsung kemunculan negara-negara dengan paham facist semakin menyudutkan posisi kaum liberal ke jurang kehancuran, disisi lain paham realis seolah mendapatkan dukungan kebenaran teori mereka. Akhirnya paham liberal bisa dikatakan mencapai kehancuran pada akhir 1930.era 1930-1940 diisi oleh ketidakpastian dan ketidakjelasan kondisi politik di eropa hingga akhirnya pada 1939 terjadilah apa yang ditakutkan oleh kaum liberalis dengan pecahnya perang dunia II . Perang dunia seolah menunjukkan bahwa pemenang great debate pertama adalah realis .
Setelah perang dunia II terjadi perdebatan mengenai metodologi penelitian ,2 teori besar yang “bermain” adalah tradisional dan behavioralism. Kedua teori ini menekankan pada metodologi pengkajian hubungan internasional melalui cara yang berbeda. Kaum tradisional menganut aliran metodologi berorientasi norma dan nilai-nilai , penilaian dan pengetahuan sejarah. Sementara kaum Behaviouralism menekankan pada hipotesis, pengumpulan data dan pengetahuan ilmiah.(Sorensen 1999). Perdebatan ini pada konfliknya tidak seperti great debate pertama yang secara terbuka menjadi perang teori. Great debate II ini bisa dibilang tidak seseru Great Debate I tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa perdebatan ini menjadi jembatan terciptanya teori hubungan internasional dewasa ini.
Setelah Perang Dunia II cita-cita akan terbentuknya dunia yang sekali lagi damai dan aman kembali mengemuka. Para perumus akhirnya mencapai kesepakatan dengan terbentuknya Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nation). Organisasi ini bertahan dan sampai sekarang masih terus berkembang mengawasi perdamaian dunia.
Kemunculan hubungan internasional, dinilai kuat sebagai solusi terbaik untuk mengatasi masalah kompleks internasional yaitu perang dunia yang merupakan pengalaman hidup paling buruk yang pernah ada. Kehadiran hubungan internasional dianggap sebagai titik tolak terciptanya suatu perdamaian yang juga merupakan cita-cita dunia. Hubungan internasional dinilai menjadi sebuah disiplin ilmu yang sangat penting saat itu, menghindari terjadinya perang yang mungkin akan terjadi lagi.
Namun, seiring berjalannya waktu, perubahan-perubahan turut tercipta dalam perkembangan hubungan internasional. Hubungan internasional yang dulu dinilai sebagai kunci solusi masalah perdamaian yang diaplikasikan melalui terbentuknya League of Nation dan dilanjutkan oleh United Nation, kini tak hanya menjadikan perdamaian menjadi suatu yang esensial bagi terciptanya hubungan internasional, terlebih kini keseimbangan tatanan turut menjadi tujuan adanya hubungan internasional. Dengan adanya peran dari actor, interest, dan poweryang menjadi esensi hubungan internasional, tujuan adanya hubungan internasional kini ditekankan pada terciptanya kesetaraan di dunia yang tak menyangkut bidang politik yang menjadi kajian utama hubungan internasional, tapi juga ilmu lain yang mempengaruhi perkembangan hubungan internasional pada masa lalu dan kini.
Pada akhirnya hubungan internasional memiliki sejarah panjang perdebatan-perdebatan tentang teorinya. Dimulai dari liberalis-realis,tradisional-Behaviourelism . perdebatan ini menyebabkan studi hubungan internasional memiliki kompetisi internal yang membantu menyempurnakan studi ini dari awal berdirinya. Perdamaian bukan lagi menjadi motivasi pentingnya belajar hubungan internasional, ilmu-ilmu lain yang berkaitan juga menjadi concern dewasa ini.

Referensi:

Sorensen, Robert Jackson & Georg. Introduction to International Relations.New York: Oxford University Press lnc., 1999.
Wight, Colin (2002) “ Philosophy Of Social Science and International Relations” in Walter Carlsnaes,Thomas Risse, Beth Simmons [eds.], Handbook of International Relations,SAGE,pp.23-51
Gaddis, John Lewis (1996) “History,Science, and the study of International Relations” in Ngaire Woods (ed.) Explaining International Relation since 1945, Oxford University Press  pp 32-45.

Esensi Studi Hubungan Internasional


Sebagai suatu art atau fenomena, hubungan internasional terjadi berdasarkan beberapa aspek yang sudah tentu menjadi  esensi yang berperan penting dalam perkembangannya menjadi sebuah science, yaitu Ilmu Hubungan Internasional. Sebagai sebuah fenomena, Hubungan Internasional terfaktualisasi melalui berbagai macam pemahaman yang telah teraplikasikan dalam kehidupan lintas negara yang senantiasa berkembang secara dinamis sehingga melahirkan Hubungan Internasional sebagai sebuah ilmu interdisipliner yang kini tak hanya mengkaji ilmu politik namun ilmu yang lain yang memiliki relevansi dengan hubungan internasional.
Sebuah kata sederhana yang terlintas ketika mendengar ‘hubungan internasional’ adalah interaksi. Interaction as Relationship (Handerson, 1998 : 218) menjadikan interaksi sebagai salah satu kunci utama dalam terjadinya hubungan internasional itu sendiri. Interaksi dalam hubungan internasional tak hanya mencakup sebuah lingkungan kecil saja, terlebih mencakup dunia secara global, yang merujuk pada arti kata internasional yang tak hanya melingkup satu negara, namun banyak negara yang di dalamnya juga terdapat kelompok-kelompok non-state yang terlibat pada fenomena hubungan internasional. Dengan demikian, hubungan internasional dapat di definisikan secara singkat sebagai interaksi yang terjadi antar individu ataupun kelompok secara lintas negara. Tak sekedar interaksi, hubungan internasional juga mampu menjawab berbagai pertanyaan mengenai kehidupan, yang tentu saja tak hanya mempengaruhi kehidupan bernegara secara umum, namun juga individu secara khusus.
Suatu hubungan yang terjalin di antara negara-negara di dunia ataupun kelompok non-state memiliki dasar-dasar, mengapa dan untuk apa hubungan tersebut dijalin. Actor, merupakan salah satu esensi paling mendasar dari hubungan internasional. Jika kita melihat secara kasat mengenai pelaku atau actor dari hubungan internasional, yang terlintas adalah sebuah negara, yang sejak disahkannya Peace of Westphalia pada tahun 1648, menjadi sebuah konsep organisasi prinsipal yang menjadikannya sebagai pelaku utama hubungan internasional. Namun, melihat problema global yang dengan seiring berjalannya waktu menjadi semakin kompleks, perubahan mengenai actor telah terjadi, sehingga tak hanya dapat dipandang melalui perspektif kenegaraan,  namun kiniadditional actors mulai dicanangkan keberadaannya karena memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam pemecahan masalah yang mencakup hubungan internasional. Stateless nations, nongovernmental actors, transgovernmental actors, dan supergovernmental organizationmulai menunjukkan diri sebagai pelaku hubungan internasional yang mampu mendominasi dalam pemecahan permasalahan global yang terjadi pada era globalisasi ini. Salah satu contoh non-state actor adalah PBB sebagaisupergovernmental organization yang memiliki peran mempuni dalam mempengaruhi hubungan internasional yang ada di dunia secara keseluruhan.
Interest merupakan sebuah kepentingan yang dimiliki oleh para pelaku hubungan internasional yang sering dikaitkan dengan hubungan saling ketergantungan antar negara, tak terlepas dari bagian esensi hubungan internasional. Dengan adanya sifat saling ketergantungan tersebut, terciptalah suatu hubungan antar kelompok ataupun individu secara lintas negara yang memiliki tujuan tertentu yang dimaksudkan sebagai interest.
Sementara, power yang merupakan esensi terakhir dari hubungan internasional, menjadi sebuah kekuatan dari pelaku hubungan internasional dalam rangka mencapai segala kepentingan yang dimilikinya, perwujudannya kini dapat lebih beragam, contohnya melalui kekuatan politik, militer, ekonomi, dan bahkan kini budaya yang mengglobal telah menjadi salah satu bentuk power bagi negara tertentu, contohnya Korea Selatan dengan budaya Kpop-nya.
Dengan demikian, hubungan internasional adalah sebuah fenomena kongkret yang akan terjadi dengan baik jika memiliki paket lengkap yang mencakup esensi hubungan internasional, yaitu actor, interest, dan poweryang pada hakekatnya mendukung satu dengan yang lain, dan secara keseluruhan mencakup segala aspek yang terjadi pada fenomena hubungan internasional.
Referensi :
Henderson, Conway W. 1998. International Relations, Conflict and Cooperation at the Turn of the 21st Century, McGraw-Hill International Editions.
Goldstein, Joshua S. 2005. International Relations, Pearson/Longman.
Hocking, Brian & Smith, Michael. 1990. World Politics, An Introduction to International Relations, Harvester/Wheatshea

Perkembangan Studi Hubungan Internasional Secara Global


 Melihat kata internasional pada studi ilmu hubungan internasional, tentu saja sangat erat kaitannya dengan kata global. Hal tersebut memiliki makna bahwa studi ini akan sangat mudah dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi secara internasional yang pada dasarnya merupakan kajian yang dipelajari pada studi ini. Bila kita telaah lebih lanjut, hal ini akan mengarah pada perubahan secara global, dimana studi ilmu hubungan internasional diharuskan mampu mengkaji perubahan dengan melakukan penyesuaian untuk senantiasa berkembang secara global. Sehingga dapat dikatakan bahwa ilmu hubungan internasional ini sebagai lazim ilmu disiplin, adalah studi yang hidup.
     Munculnya studi ilmu hubungan internasional sebagai studi yang berdiri setelah Perang Dunia I ditujukan untuk mencegah adanya peperangan hingga studi ini memusatkan kajian kepada studi yang mampu menciptakan perdamaian di dunia. Namun, setelah terjadinya Perang Dingin, studi ilmu hubungan internasional ini berkembang secara mengglobal, sebagai studi interdispliner yang kini studi ini tak hanya mengkaji Ilmu Politik yang menjadi pusat kajian Ilmu Hubungan Internasional ini, namun juga masalah seperti AIDS, mafia, dan lain-lain sehingga hak itu berkaitan erat dengan pemikiran bahwa ilmu hubungan internasional dipengaruhi oleh subjek-subjek akademik lainnya, seperti filsafat, sejarah, hukum, sosiologi, atau ekonomi (Jackson & Sorensen, 1999:34). Hal ini mengisyaratkan bahwa kini studi hubungan internasional telah memiliki kajian lebih mengglobal  lainnya yang secara otomatis akan meningkatkan kualitas lulusannya. Dengan adanya perubahan tersebut kini studi ilmu hubungan internasional dipandang melalui perspektif global yang mulai mempelajari cabang ilmu lain. Untuk itu, guna lebih memberikan sumbangan bagi kemaslahatan hidup manusia di era yang kian mengglobal, studi hubungan internasional tidak dapat lain perlu dikembangkan dalam sebuah wadah otonom, mandiri, dan memungkinkannya memfasilitasi interseksi dan kolaborasi ilmu-ilmu sosial dalam dirijensi sebuah paradigma global.

     Kini hubungan internasional mampu menjadi suatu media kolaborasi ilmu sosial dan pemecahan masalah global, menjadi salah satu studi yang mampu melahirkan lulusan yang mampu menjadi seorang global strategist. Seperti yang dicanangkan pada program studi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Studi Hubungan Internasional yang memiliki karakteristik elite, dimana elite berarti mampu menghasilkan kulaitas target output yang tinggi, output yang ditergatkan adalah lahirnya global strategist yang berkompetensi tak hanya pada analisis internasional, namun juga negosiasi global, komunikasi global, dan manajerial global. Dihadapkannya studi ini dengan keterbatasan peran dan posisi jurusan dalam mengemban fungsi-fungsi interdisipliner yang melintas fakultas dan kecenderungan fakultas-fakultas yang kian sektoral, pengembangan jurusan ilmu hubungan internasional menjadi sebuah school diyakini menjadi terobosan paling realistis atas kebuntuan. Hal ini dapat di wujudkan dengan adanya 4 peminatan yang disediakan oleh Departemen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yaitu Perdamaian Internasional dan Keamanan, Politik Internasional dan Ekonomi, Bisnis Internasional dan Organisasi, serta Globalisasi dan Strategi. Dengan demikian, Hubungan Internasional Universitas Airlangga berkembang dalam standar internasional serta reputasi yang mempuni, sehingga mampu menjadi kompetitif dalam persaingan secara global.
 
Referensi :
Departemen Hubungan Internasional Program Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2013. Studi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Jackson, Robert and Georg Sorensen. 1999. Introduction to International Relations. New York : Oxford University Press Inc.

Aktor Dalam Hubungan Internasional

Hubungan internasional, tidak akan pernah terjadi jika tidak ada aspek-aspek mendasar yang selanjutnya disebut sebagai esensi hubungan internasional, yang menjadi syarat utama keberadaannya. Actor, power, dan interest sebagai esensi hubungan internasional tak dapat dipungkiri akan selalu mengikuti kemanapun hubungan internasional berada. Actor dianggap memiliki peran yang cukup signifikan dalam hubungan internasional sejalan dengan betapa pentingnya sikapactor dalam menentukan power dan interest yang menjadi esensi lain dari hubungan internasional. Aktor sendiri terbagi menjadi dua, yaitu state actor dannon-state actor. Disebutnya state dan non-state sebagai aktor, dinilai dengan adanya interaksi antar pelaku tersebut yang didasari oleh interest dan kemudian saling memberi pengaruh antara satu dan lainnya. (Dugis, 2012).
State atau negara dinilai memiliki peran yang sangat dominan dalam hubungan internasional. Menjadi bukti konkret Westphalia Peace Treaty (1648) yang turut mendukung keberadaan negara sebagai pelaku utama dengan pernyataan bahwa negara adalah sebuah organisasi prinsipal. Kemampuan negara dalam memonopoli kekerasan dengan kekuatan militernya dan bergantungnya seluruh masyarakat di dunia kepada negara, serta negara sebagai tempat berlindung masyarakatnya menjadi kunci penting dikatakannya negara sebagai aktor terkuat.
Nasionalisme, masalah kesejahteraan, dan masalah ideologi dinilai memiliki andil besar dalam menjadikan negara sebagai aktor. Nasionalisme mampu terlahir menjadi sebuah kekuatan yang tak terkalahkan, Jerman, Jepang, dan Italia mampu mengguncang dunia dengan paham ultranasionalismenya. Ideologi pun tak ketinggalan mempengaruhi peran negara, salah satunya negara dengan ideologi komunisme seperti  China dan Korea Utara yang cukup ekstrim dalam mengambil keputusan. Masalah kesejahteraan pun menjadi sebab utama negara melakukan interaksi satu sama lain, karena pada dasarnya tujuan negara adalah menyejahterakan rakyatnya.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, peran negara sebagai aktor utama hubungan internasional turut dipertanyakan. Seperti kesangsian yang diperlihatkan oleh penganut paham Globalis dan Strukturalis yang menunjukkan betapa pesatnya perkembangan aktor selain negara yang disebut sebagai non-state actor. Perkembangan non-state actor ini dikatakan mampu memainkan peran yang signifikan karena interaksi, pengaruh, dan kapasitasnya yang dianggap cukup untuk melakukan hubungan internasional. Ada kalanya non-state actor mampu menembus kekuatan negara, terutama dengan arus globalisasi yang terus menghantam, seperti bagaimana kasus Wikileaks yang mampu mengendorkan kekuatan beberapa negara dengan pembocoran rahasianya, menyebabkan negara menjadi powerless.
Kemunculan non-state actor yang berbentuk intergovernmental organization (IGO), nongovernmental organization (NGO), dan multinational corporation (MNC), tak lagi diragukan kehadirannya. PBB hadir sebagai salah bentuk dari IGO, dianggap mampu ‘mengendalikan’ negara sebagai anggotanya demi perwujudan perdamaian sebagai tujuannya. PBB mampu menengahi permasalahan yang menyangkut kemaslahatan orang banyak, seperti campur tangan PBB dalam konflik Suriah. FIFA, salah satu contoh dari NGO, mampu menyatukan olah raga sepak bola seluruh dunia, sementara MNC, dengan Freeport sebagai salah satu contoh, mampu menjadi bentuk baru ‘penjajahan’ secara tidak langsung yang dilakukan Amerika pada Indonesia. MNC juga dikatakan mampu menembus ranah politik, seiring sangat bergantungnya negara dengan kekuatan MNC. Tak hanya dalam bentuk organisasi yang berlegitimasi, individu, pergerakan grup etnis, kelompok agama, dan terorisme kini dipandang pula sebagai non-state actor. Kekuatan kelompok yang mampu meruntuhkan kedaulatan negara dianggap perlu diperhitungkan, seperti ancaman terorisme dari jaringan Al-Qaeda yang menghantui Amerika melalui terror menara kembar WTC.
Sebagaimana manusia yang dikatakan sebagai makhluk sosial, aktor hubungan internasional pun tak luput menjadi makhluk sosial yang bergantung satu dengan yang lainnya. Adanya interdepedensi antar aktor, mendorong kesemua aktor untuk berinteraksi satu sama lain, dengan peran dan tujuannya masing-masing, yang selanjutnya menghasilkan hubungan internasional itu sendiri. Terlihat jelas, bahwa aktor tak hanya menjadi esensi tambahan, terlebih menjadi pemain utama dalam hubungan internasional.
Referensi :
Kegley, Charles W. Jr., & Wittkopf, Eugene R., (1997) World Politics, Trend and Transformation, 6th edition, St. Martin’s Press, [Chapter 7].
Willets, Peter (2001) “Transnational actors and international organizations in global politics” in Baylis, John & Smith, Steve (eds.) (2001) The Globalization of World Politics, 2nd edition, Oxford University Press, [Chapter 17].

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda