Hubungan internasional, tidak akan pernah terjadi jika tidak ada aspek-aspek mendasar yang selanjutnya disebut sebagai esensi hubungan internasional, yang menjadi syarat utama keberadaannya. Actor, power, dan interest sebagai esensi hubungan internasional tak dapat dipungkiri akan selalu mengikuti kemanapun hubungan internasional berada. Actor dianggap memiliki peran yang cukup signifikan dalam hubungan internasional sejalan dengan betapa pentingnya sikapactor dalam menentukan power dan interest yang menjadi esensi lain dari hubungan internasional. Aktor sendiri terbagi menjadi dua, yaitu state actor dannon-state actor. Disebutnya state dan non-state sebagai aktor, dinilai dengan adanya interaksi antar pelaku tersebut yang didasari oleh interest dan kemudian saling memberi pengaruh antara satu dan lainnya. (Dugis, 2012).
State atau negara dinilai memiliki peran yang sangat dominan dalam hubungan internasional. Menjadi bukti konkret Westphalia Peace Treaty (1648) yang turut mendukung keberadaan negara sebagai pelaku utama dengan pernyataan bahwa negara adalah sebuah organisasi prinsipal. Kemampuan negara dalam memonopoli kekerasan dengan kekuatan militernya dan bergantungnya seluruh masyarakat di dunia kepada negara, serta negara sebagai tempat berlindung masyarakatnya menjadi kunci penting dikatakannya negara sebagai aktor terkuat.
Nasionalisme, masalah kesejahteraan, dan masalah ideologi dinilai memiliki andil besar dalam menjadikan negara sebagai aktor. Nasionalisme mampu terlahir menjadi sebuah kekuatan yang tak terkalahkan, Jerman, Jepang, dan Italia mampu mengguncang dunia dengan paham ultranasionalismenya. Ideologi pun tak ketinggalan mempengaruhi peran negara, salah satunya negara dengan ideologi komunisme seperti China dan Korea Utara yang cukup ekstrim dalam mengambil keputusan. Masalah kesejahteraan pun menjadi sebab utama negara melakukan interaksi satu sama lain, karena pada dasarnya tujuan negara adalah menyejahterakan rakyatnya.
Nasionalisme, masalah kesejahteraan, dan masalah ideologi dinilai memiliki andil besar dalam menjadikan negara sebagai aktor. Nasionalisme mampu terlahir menjadi sebuah kekuatan yang tak terkalahkan, Jerman, Jepang, dan Italia mampu mengguncang dunia dengan paham ultranasionalismenya. Ideologi pun tak ketinggalan mempengaruhi peran negara, salah satunya negara dengan ideologi komunisme seperti China dan Korea Utara yang cukup ekstrim dalam mengambil keputusan. Masalah kesejahteraan pun menjadi sebab utama negara melakukan interaksi satu sama lain, karena pada dasarnya tujuan negara adalah menyejahterakan rakyatnya.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, peran negara sebagai aktor utama hubungan internasional turut dipertanyakan. Seperti kesangsian yang diperlihatkan oleh penganut paham Globalis dan Strukturalis yang menunjukkan betapa pesatnya perkembangan aktor selain negara yang disebut sebagai non-state actor. Perkembangan non-state actor ini dikatakan mampu memainkan peran yang signifikan karena interaksi, pengaruh, dan kapasitasnya yang dianggap cukup untuk melakukan hubungan internasional. Ada kalanya non-state actor mampu menembus kekuatan negara, terutama dengan arus globalisasi yang terus menghantam, seperti bagaimana kasus Wikileaks yang mampu mengendorkan kekuatan beberapa negara dengan pembocoran rahasianya, menyebabkan negara menjadi powerless.
Kemunculan non-state actor yang berbentuk intergovernmental organization (IGO), nongovernmental organization (NGO), dan multinational corporation (MNC), tak lagi diragukan kehadirannya. PBB hadir sebagai salah bentuk dari IGO, dianggap mampu ‘mengendalikan’ negara sebagai anggotanya demi perwujudan perdamaian sebagai tujuannya. PBB mampu menengahi permasalahan yang menyangkut kemaslahatan orang banyak, seperti campur tangan PBB dalam konflik Suriah. FIFA, salah satu contoh dari NGO, mampu menyatukan olah raga sepak bola seluruh dunia, sementara MNC, dengan Freeport sebagai salah satu contoh, mampu menjadi bentuk baru ‘penjajahan’ secara tidak langsung yang dilakukan Amerika pada Indonesia. MNC juga dikatakan mampu menembus ranah politik, seiring sangat bergantungnya negara dengan kekuatan MNC. Tak hanya dalam bentuk organisasi yang berlegitimasi, individu, pergerakan grup etnis, kelompok agama, dan terorisme kini dipandang pula sebagai non-state actor. Kekuatan kelompok yang mampu meruntuhkan kedaulatan negara dianggap perlu diperhitungkan, seperti ancaman terorisme dari jaringan Al-Qaeda yang menghantui Amerika melalui terror menara kembar WTC.
Sebagaimana manusia yang dikatakan sebagai makhluk sosial, aktor hubungan internasional pun tak luput menjadi makhluk sosial yang bergantung satu dengan yang lainnya. Adanya interdepedensi antar aktor, mendorong kesemua aktor untuk berinteraksi satu sama lain, dengan peran dan tujuannya masing-masing, yang selanjutnya menghasilkan hubungan internasional itu sendiri. Terlihat jelas, bahwa aktor tak hanya menjadi esensi tambahan, terlebih menjadi pemain utama dalam hubungan internasional.
Referensi :
Kegley, Charles W. Jr., & Wittkopf, Eugene R., (1997) World Politics, Trend and Transformation, 6th edition, St. Martin’s Press, [Chapter 7].
0 komentar:
Posting Komentar